breaking news New

Kasus Otaku Pembunuh Berantai yang Juga Pedofil dan Kanibal

Kasus Otaku Pembunuh Berantai yang Juga Pedofil dan Kanibal Tsutomu Miyazaki

SansRadio - Jakarta,Otaku adalah istilah bagi para pencinta anime, manga, atau sejenisnya. Di Indonesia seseorang bisa merasa bangga dengan istilah ini.

Padahal di Jepang sendiri, Otaku berkonotasi negatif. Ia memang memiliki arti seseorang yang mencintai sesuatu secara berlebihan. Bahkan menjurus ke fanatisme sehingga kerap mengabaikan nilai-nilai sosial yang ada.

Secara umum Otaku memang tidak hanya menjurus kepada anime saja. Tapi, juga keseluruhan. Namun, karena budaya pop yang menggerus masa, istilah Otaku pun identik dengan kartunan ala Jepang ini.

Salah satu contoh kenyataan Otaku yang paling berbahaya adalah kisah Tsutomu Miyazaki.

Ia adalah anak orang kaya. Ayahnya, Katsumi Miyazaki adalah pemilik jaringan koran Itsukaichi. Sayangnya, Tsutomu tidaklah sempurna.

Pria kelahiran tahun 1962 ini adalah bayi prematur. Cacat bawaan sejak lahir. Ia tidak memiliki tulang pergelangan tangan, sehingga lengannya tidak bisa dibengkokkan.

Akibatnya, Tsutomu sering menjadi korban perundungan. Tidak ada yang ingin dekat dengannya. Tsutomu pun menjadi seorang pendiam dan suka menyendiri.

Mungkin karena perlakuan kawan-kawannya, sehingga Tsutomu menjadi seorang yang berperingai aneh. Secara akademik, Tsutomu juga tidak brilian.

Saat kuliah, ia mengambil jurusan fotografi. Tapi, menurut pengakuan teman-temannya, Tsutomu hanya hadir pada acara-acara besar kampus saja.

Mengambil foto-foto para gadis mahasiswi dan menggunakannya sebagai objek masturbasi. Yang lebih menjijikkan lagi, Tsutomu pernah kedapatan mengintip saudari perempuannya sendiri pada saat sedang mandi.

Tidak hanya cabul, Tsutomu juga memiliki perangai yang agresif. Ia menyerang ibunya sendiri ketika ditegur.

Pembunuhan Pertama

Suatu waktu Tsutomu sedang mengendarai mobilnya dari Itsukaichi ke Tokyo. Di tengah jalan ia bertemu dengan Mari Konno, seorang gadis berusia empat tahun.

Tsutomu yang ramah dengan mudah mengelabui anak kecil itu. Mari Konno masuk dalam jebakan. Ia diajak berkeliling hingga menuju ke area sepi penuh pepohonan.

Mari Konno pun dicekik. Jasadnya ditelanjangi dan disetubuhi. Tsutomu bahkan mengabadikan seluruh kejadian mengerikan itu dengan kameranya.

Lantas mayatnya yang sudah kaku digelindingkan begitu saja dari atas bukit. Tsutomu pun merasa puas. Baju Mari Konno ia bawa pulang sebagai kenang-kenangan.  

Tapi, Tsutomu memang gila. Kendati kasus hilangnya Mari Konno sudah ditangani polisi, ia masih saja bolak-balik ke tempat pembuangan mayat sang gadis kecil.

Ia membawa pulang bagian lengan dan kaki Mari Konno. Sisanya ia bakar. Abu jasad ia masukkan dalam kotak. Lengkap dengan gigi dan foto baju korban. Dikirimkannya ke rumah orangtua Mari Konno.

Lengkap dengan surat. Isinya; "Mari (Konno). Tulang. Kremasi. Investigasi. Bukti!"

Polisi langsung bertindak cepat. Kasus hilangnya Mari Konno dinyatakan sebagai pembunuhan. Pengumuman pun dengan cepat beredar. Para orangtua diminta untuk menjaga anak-anaknya.


Pembunuhan Kedua dan Ketiga

Terjadi pada tahun 1988. Tidak lama selang pembunuhan Mari Konno. Lokasinya juga sama. Kali ini korbannya adalah Masami Yoshizawa (7 tahun) dan Erika Nanba (4 tahun).

Modus Tsutomu masih sama. Korban dibujuk masuk ke dalam mobil. Dicekik hingga tewas. Kejahatan bengis yang sama ia ulangi. Memperkosa dan menyimpan baju korban.


Aksi Spontan Tanpa Rencana

Yang membuat aksi Tsutomu berbeda dengan psikopat lainnya, adalah rencana. Menurut polisi, aksi Tsutomu benar-benar spontan dan berantakan.

Banyak celah yang ia buat, sehingga polisi seharusnya bisa cepat menangkapnya. Aksi mendatangi tempat pembuangan mayat Mari Konno adalah salah satunya.

Selain itu, Tsutomu juga kerap mengirim surat ke keluarga korban. Isinya ia buat dengan kode rahasia. Mirip film detektif.

Tsutomu juga terlalu sering menelpon keluarga korban tanpa bersuara. Jika tidak diangkat, ia akan terus menerus menelpon. Ternyata, ia senang mendengarkan suara keluarga korban yang panik.

Tsutomu juga ceroboh. Ia sering meninggalkan jejak. Barang-barang korban di tempat lokasi kejadian, hingga souvenir yang ia bawa pulang.

Ia benar-benar menjalankan aksinya berdasarkan naluri dan nafsu semata. Tapi, itulah yang menyamakan dirinya setara binatang. Gila dan keji!


Pembunuhan Terakhir

Ini berjarak 6 bulan dari 3 kasus pembunuhan sebelumnya. Adalah seorang gadis yang bernama Ayako Nomoto. Ia juga masih belia seperti korban lainnya.

Saat itu hidupnya dalam bahaya. Ia sudah siap dieksekusi oleh Tsutomu. Untungnya berhasil diselamatkan oleh penduduk sekitar.

Tsutomu pun melarikan diri. Ia lolos dari tangkapan polisi.

Nomoto selamat. Tapi, hanya 5 hari saja.

Tepatnya pada tanggal 6 Juni 1989, entah bagaimana Tsutomu kembali berhasil menyergap Nomoto. Sang gadis malang pun tewas dicekik.

Tapi, kali ini aksi Tsutomu agak berbeda. Ia membawa pulang mayat Nomoto. Selama dua hari, Nomoto menjadi mainan Tsutomu.

Sang lelaki habis-habisan memperkosa jasad yang sudah membeku itu. Ia bahkan berbagi Kasur dengan tubuh kecil yang sudah mulai membusuk.

Setelah itu, Tsutomu kemudian memutilasi tubuh Nomoto. Meminum darahnya dan memakan dagingnya yang ia panggang di belakang rumah.

Agar tidak mudah ketahuan, Tsutomu memisahkan tubuh yang telah ia mutilasi. Sebagian dibuang di toilet umum, sebagian ditaruh di bukit, sisanya lagi di dalam rumahnya sendiri.


Aksi yang Gagal

Tsutomu tidak dapat menahan kegilaannya. Aksi brutalnya sudah layak candu bagi jiwanya yang bengis.

Pada tanggal 23 Juli 1989, dua orang anak putri yang sedang bermain di pinggiran kota dijambanginya. Satunya berhasil kabur, satunya lagi masuk perangkap.

Di dalam mobil Tsutomu, anak kecil yang sudah telanjang itu ketakutan. Tsutomu sibuk memotretnya. Untungnya kakaknya yang berhasil melarikan diri mengadu ke ayahnya.

Namun, Tsutomu kembali meloloskan diri. Tapi, ia juga masih belum kapok. Tak berapa lama ia kembali lagi ke TKP. Mungkin mengharapkan sang gadis kecil masih bermain di sana.


Tertangkap

Sesuai deskripsi ayah korban, polisi berhasil mengidentifikasi rumah Tsutomu. Apa yang ditemukan di rumah Tsutomu, benar-benar mencengangkan. Sisa tubuh korban, komik manga, rekaman video porno anime, dan juga video dirinya sedang menyetubuhi mayat korban.


Muncul julukan Otaku si pembunuh

Tsutomu memang benar-benar binatang. Sepanjang persidangan ia tak pernah menunjukkan rasa bersalah. Tidak ada permintaan maaf kepada keluarga korban. Ia bahkan lebih banyak tertidur lelap.

Ketika ditanya pembelaannya, Tsutomu hanya meminta satu hal; Agar koleksi video dan komiknya dikembalikan.

Pengadilan pun harus membuktikan tingkat kewarasan Tsutomu. Sayangnya, taksatu pun psikiater dan psikolog yang bisa memastikan. Entah skizofrenia, entah kepribadian ganda, entah kerasukan.

Pengadilan akhirnya menjatuhi hukuman mati bagi dirinya. Secara umum, hakim menyimpulkan bahwa konten cabul dan aksi kanibalisme yang Tsutomu tonton adalah sebagai sumber pemicu aksi sadisnya.

Tapi, adalah Hirokazu Hasegawa, seorang psikolog yang ditugaskan. Ia mendengar pengakuan diri Tsutomu tentang adanya "Manusia Tikus" yang membunuh anak-anak tersebut.

Tsutomu menyalahkan kedua orangtuanya atas hukuman mati yang ia terima. Ia merasa tidak ada kasih sayang sama sekali dari keluarga yang ia cintai. Tsutomu dibuang oleh kedua orangtuanya karena tubuhnya yang cacat.

Ia hanya mencintai kakeknya yang merawatnya sejak kecil. Hingga pada saat sang kakek meninggal, Tsutomu memakan sedikit abu kremasi. Ia melakukannya agar sang kakek tetap bisa hidup.

Tiga bulan setelah itu, Tsutomu pun melakukan aksi pembunuhan pertamanya. Akibat pengakuan Tsutomu yang mencengangkan ini, ayah kandungnya akhirnya meminta maaf ke publik dan bunuh diri.

Tapi, Tsutomu tak menyesal. Ia bahkan tak pernah menyesal.

Di hari-hari terakhirnya, sebanyak 300 pucuk surat ia kirimkan ke seorang editor majalah kesukaannya.

"Tidak ada yang bisa aku katakan kepada para korban. Aku hanya senang, kebaikan telah aku perbuat," ujarnya sebelum mati di tiang gantungan pada 2008 silam.

Namun, di antara semuanya, ada suatu hal yang paling mencengangkan;

Tsutomu yang cacat bukan hanya sekedar cacat. Ia dibuang oleh ibunya yang jijik dengan penampakannya. Ia juga tidak diinginkan oleh ayahnya.

Tsutomu adalah hasil produk inces dari ayah dan ibu yang bersaudara kandung.

 

sumber : kompasiana.com